Entri yang Diunggulkan

SELAMAT DATANG KOMANDAN DI BUMI KSATRIA MIT ANIM

Acara Penyambutan Komandan Detasemen Zeni Tempur 11/Mit Anim Kapten Czi Yusfi Fitrawan di Mako Denzipur 11/MA.

Sabtu, 27 Juni 2015

Mengenang dan Memaknai Hari Pahlawan Untuk Papua



Kala itu, dengan sikap arogansinya mereka meminta Indonesia menyerah.

Kala itu, dengan sikap rakus akan kekuasaannya, mereka meminta Indonesia untuk tunduk takluk di bawah kekuasaan mereka.

Seolah tidak puas dengan waktu tiga setengah abad mereka melalui Kolonial Belanda menjajah Indonesia, bahkan setelah melalui masa penjajahan Jepang hingga diikrarkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 pun, mereka masih saja menginginkan rakyat Indonesia untuk hidup bagai budak di negeri sendiri.

Inggris dan Belanda, kala itu bertindak seolah ingin menjadi pahlawan bagi Indonesia. Dari lisannya, mereka mengaku bahwa mereka ingin menyelamatkan dan membantu Indonesia untuk lepas dari penjajahan Jepang. Namun, apa yang terjadi ternyata tidak semanis kata-kata yang dilontarkannya. Seperti yang dikatakan dalam pepatah, “Ada udang di balik batu”, Inggrispun menggunakan alasan tersebut untuk membungkus misi terselubungnya, yakni mengembalikan Indonesia ke dalam masa-masa penjajajan Belanda yang sempat terhenti oleh Jepang, yang juga ingin menjadi penjajah di negeri kita ini.

Memang benar, pepatah mengatakan bahwa “Semutpun, bila diinjak akan menggigit”. Indonesia yang miskin akan peralatan perang kala itu, tidak gentar akan ancaman Inggris yang dalam ultimatumnya akan meluluh lantakkan negeri, terutama kota Surabaya sebagai basis kedudukannya kala itu. Semangat kejuangan dan kepahlawanan rakyat yang baru beberapa bulan saja menikmati masa-masa kemerdekaanya, tumbuh semakin menggelora, sekalipun dihadapkan dengan ancaman 30.000 tentara sekutu yang lengkap dengan peralatan perang yang modernnya sepeti tank lapis baja, kapal perang, pesawat tempur dan peralatan perang lainnya.

10 November 1945, merupakan hari yang tak terlupakan dan jangan sampai dilupakan.

10 November 1945, merupakan hari bersejarah di mana di dalamnya para pahlawan bangsa telah menunjukkan sikap paling heroiknya.

10 November 1945, merupakan hari di mana para pahlawan mempersembahkan darah merah keberaniannya, untuk mewarnai kain putih yang diminta sekutu sebagai tanda kekalahaan, menjadikannya kain “merah putih” yang merupakan harga mati bagi rakyat Indonesia, yang senantiasa terpatri dalam jiwa.

10 November 1945, merupakan hari di mana para pahlawan telah menunjukkan jiwa suci mereka, di mana para pahlawan telah mengajarkan kepada kita semua, bahwa mati dalam jalan kemuliaan, adalah lebih baik daripada hidup dalam kungkungan para penjajah dengan penuh kehinaan.

10 November 1945, merupakan hari di mana para pahlawan bangsa telah menyerahkan seluruh jiwa dan raganya, tenaga dan darahnya, untuk merobek kain biru dari bendera merah-putih-biru Belanda yang ingin dikibarkan kembali kala itu, menjadi bendera merah putih yang suci dan berani.

10 November 1945, merupakan hari bersejarah di mana ia telah menunjukkan kepada dunia, bahwa tekad, keberanian, persatuan, sikap kejuangan dan kepahlwananlah yang menjadi senjata terkuat dan terhebat. Sekutu yang dengan sombongnya mengancam bangsa kita dengan senjata-senjata perang tercanggihnya kala itu, seolah tiada berarti dihadapan para “pahlawan” bangsa kita, bagsa Indonesia, yang dalam hatinya tertanam dua pilihan yang kuat “Merdeka atau mati”

10 November 1945, merupakan hari kebanggaan kita, merupakan “hari pahlawan” bagi kita semua warga negara Indonesia.





Sejarah Singkat Meletusnya Hari Pahlawan.

- Masuknya Jepang. Secara singkat, Belanda yang menjajah Indonesia hampir tiga setengah abad kala itu, harus terhenti di kala Jepang tiba untuk tujuan yang sama, yakni menjajah Indonesia. Tidak lama setelah kedatangannya, hanya dalam waktu 7 hari, melaui perjanjian Linggarjati, Jepang berhasil membuat Belanda menyerah dengan tanpa syarat sedikitpun. Dengan demikian, secara otomatis kekuasaan penjajahanpun beralih dari Belanda kepada Jepang.

- Masa Kemerdekaan Indonesia. Tidak lama setelah beberapa tahun Jepang berhasil menduduki Indonesia, tanpa disangka kemudian ia harus dihadapkan dengan pilihan berat, yakni harus tunduk dan menyerah kepada Amerika Serikat dan negara-negara sekutu yang terlibat konflik dengannya. Kala itu, Amerika Serikat telah berhasil menjatuhkan bom dan meluluhlantahkan kota Nagasaki dan Hiroshima di negeri Jepang. Seolah tidak ada pilihan lain, Jepangpun menyatakan kekalahannya dan menyerah kepada sekutu. Dalam keadaan seperti ini, Indonesiapun melalui Bung Karno, Bung Hatta dan yang lainnya, tidak menyia-nyiakan kesempatan. Singkat cerita, dalam masa kekosongan kekuasaan dan kehancuran Jepang, Indonesiapun telah berhasil memproklamirkan diri sebagai bangsa yang merdeka, pada tanggal 17 Agustus 1945.

- Masuk Kembalinya Belanda Disertai Inggris. Setelah Jepang mengalami kehancuran dan kekalahan serta setelah berhasilnya kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, Indonesiapun dengan gigih melucuti persenjataan Jepang dan berusaha mengusirnya. Namun, karena masih mendapatkan perlawanan, maka korban nyawapun tidak sedikit berjatuhan. Kemudian, dengan alasan ingin membantu Indonesia lepas seutuhnya dari Jepang, singkat cerita Inggrispun tiba di Jakarta pada tanggal 15 September 1945 yang kemudian beralih ke Surabaya pada tanggal 25 Oktobernya.

- Meletusnya Pertempuran 10 November (Hari Pahlawan). Setelah kedatangannya di Surabaya, Inggrispun terlibat beberapa pertempuran dengan rakyat Indonesia yang berada di sana, yang pada saat itu telah berhasil mencium bau rencana busuk yang dibawa oleh mereka (pasukan Inggris) dan menolak keras kehadirannya. Singkat cerita, pada akhirnya pertempuran-pertempuran tersebut pun telah berhasil membawa kejayaan bagi Indonesia, yang berhasil menewaskan Brigadir Jenderal Mallaby sebagai pimpinan tertinggi Inggris pada saat itu.

Namun, dengan terbunuhnya jenderal mereka tersebut, ternyata menimbulkan kemarahan besar terhadap Mayor Jenderal Robert Mansergh, sebagai pengganti Jenderal Mallaby dalam memimpin pasukan Inggris. Ia kemudian mengeluarkan ultimatum kepada para pahlawan bangsa dan rakyat Indonesia di sana, untuk segera menyerahkan diri dan senjata-senjata yang dimiliki kepada Sekutu, pada waktu yang telah ditentukan, yakni pukul 06.00 WIB tanggal 10 November 1945. Namun, kendatipun dihadapkan dengan ancaman yang besar tersebut, para pahlawan dan rakyat Indonesia tidak merasa gentar sedikitpun, bahkan mereka justru semakin buas dalam keberanian untuk melawan tirani dan penjajahan. Dengan lantang dan gagah berani, dengan senang hati mereka menyongsong ancaman perang pihak Inggris, sekalipun nyawa dan raga mereka yang harus dikorbankan.

Selanjutnya, singkat cerita tibalah saatnya waktu yang ditentukan oleh Jenderal Robert dalam ultimatumnya, yakni permintaanya kepada rakyat Indonesia untuk segera menyerahkan diri. Namun, karena hingga saat itupun Indonesia tidak mau menyerah kepada mereka, dengan demikian pertempuran 10 Novemberpun dimulai. Inggris mulai menyerang dan menggempur dengan sekala besar terhadap para pahlawan dan rakyat Indonesia di daerah Surabaya melaui serangan darat, laut dan udara. Saat itu, korbanpun jatuh berguguran, gedung-gedungpun berhamburan.

Kala itu, dalam kesombongannya Inggris memperkirakan akan membuat Indonesia takluk dalam waktu tiga hari saja, namun ternyata perlawanan dan kegigihan para pahlawan malah membuat mereka tercengang. Rakyat Indonesia yang tergabung kala itu, yang dipelopori oleh tokoh muda Bung Tomo, begitu juga rakyat sipil dan para santri yang patuh terhadap tokoh masyarakat dan tokoh agama K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Wahab Hasbullah, begitu juga Tentara Kemanan Rakyat (TKR) yang sudah mulai terbentuk pasca kemerdekaan, mereka bersatu padu melawan dengan gigih gempuran-gempuran yang dilancarkan oleh Inggris.

Para pembaca yang budiman, dikarenakan begitu besarnya pertempuran dan begitu heroiknya perjuangan para pahlawan bangsa kita kala itu, maka hari itu dijadikanlah sebagai “Hari Pahlawan”, mewakili sejarah perjuangan bangsa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Hari ini, adalah hari tepat di mana para pahlawan kala itu berjuang dengan segenap jiwa dan raganya untuk kita semua. Oleh karena itu, dalam rangka mengenang jasa mereka, marilah kita senantiasa mendoakan mereka, semoga mereka mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan, amin.





Mengenang Pahlawan Indonesia dari Timur-Papua.

Ditetapkannya 10 November 1945 sebagai “Hari Pahlawan”, pada hakikatnya bukanlah dikarenakan perjuangan para pahlawan pada waktu tersebut adalah sebagai satu-satunya perjuangan, namun hal tersebut mungkin saja dikarenakan begitu besarnya perjuangan yang harus dilakukan oleh para pahlawan kala itu. Dengan demikian, maka ditetapkannya hari tersebut sebagai “Hari Pahlawan”, bukan berarti bahwa tidak ada hari-hari pahlawan yang terjadi di waktu dan tempat yang lain, namun ditetapkannya hari tersebut sebagai “Hari Pahlawan” adalah sebagai penetapan secara simbolis dari hari-hari pahlawan lainnya, yang pernah tertoreh dalam sejarah perjuangan negeri ini.

Dengan demikian, pada “Hari Pahlawan” yang bersejarah ini, penulis juga ingin sedikit mengingatkan kembali kepada kita semua, akan para pahlawan yang tidak kalah pentingnya, yang tidak kalah heroiknya dengan para pahlawan yang gugur di medan pertempuran Surabaya 10 November 1945 tersebut. Penulis ingin mengingatkan kembali kepada kita semua, para pahlawan dari ujung timur Indonesia, Papua, yang telah menorehkan jasanya untuk negeri, para pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan kita semua.

Perjuangan para pahlawan di belahan timur Indonesia ini, pada hakikatnya tidaklah jauh berbeda dengan perjuangan para pahlawan dari bagian Indonesia lainnya. Misalnya, dalam sejarah masa pra kemerdekaan tercatat bahwa terdapat dua warga Papua, yakni Aitai Karubaba dan Poreu Ohee yang turut serta dalam barisan pemuda-pemudi yang mengikrarkan kesetiaan dirinya sebagai bagian bangsa Indonesia, pada hari “Sumpah Pemuda” tanggal 28 Oktober 1928 silam. Namun, terkait perjuangan bangsa Papua ini, dalam masa pasca kemerdekaan, Papua justru merupakan satu-satunya daerah yang masih harus meneruskan perjuangan yang cukup panjang, karena ternyata Belanda sang penjajah yang tidak puas menjajah negeri kita dalam tiga setengah abad itu, enggan untuk beranjak pergi dari Papua. Perjuangan bangsa Papua yang sebenarnya sudah merdeka pada hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, masih harus dilanjutkan hingga kembali dikukuhkannya Papua sebagai bagian resmi Indonesia pada tahun 1963, melalui perjanjian “New York Agreement”.

Dalam sejarah, tercatat bahwa terdapat beberapa tokoh Papua yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Mereka itu, diantaranya yaitu Silas Papare, Frans Kaisiepo, Marthen Indey dan Johannes Abraham Dimara (J.A.Dimara). Mereka, para pahlawan nasional tersebut merupakan patriot-patriot terbaik di antara para pahlawan Papua lainnya yang telah menunjukkan perjuangan gigihnya mempertahankan Papua sebagai bagian dari Indonesia, yang kala itu ingin dikaburkan, bahkan ingin dihapuskan oleh Belanda dalam perjalanan sejarah.

Secara singkat, pada kesempatan ini penulis akan tuliskan kembali sedikit biodata dan kisah perjuangan mereka, yakni sebagai berikut :

- Silas Papare. Beliau dilahirkan pada tanggal 18 Desember 1918 di Serui, Irian Jaya (nama Papua dahulu). Kala itu, beliau berjuang mempengaruhi masyarakat untuk senantiasa bersatu merebut kembali tanah Papua dari tangan Belanda. Dalam masa-masa perjuangannya, di antara momen-momen besar yang pernah beliau lakukan, yaitu beliau pernah tergabung dalam Batalyon Papua pada bulan Desember 1945 dalam rangka pemberontakan terhadap Belanda, membentuk Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) pada bulan November 1946, membentuk Badan Perjuangan Irian (BPI) pada bulan Oktober 1949 dan menjadi salah satu anggota delegasi RI (Republik Indonesia) yang ikut dalam penandatanganan “New York Agreement” pada tanggal 15 Agustus 1962. Perjuangan yang salah satunya  melalui jasa beliau, akhirnya pada tanggal 1 Mei 1963, Irian Barat (Papua) pun berhasil dikukuhkan kembali secara resmi sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selanjutnya, tidak lama kemudian Silas Papare meninggal dunia di tanah kelahirannya Serui, pada tanggal 7 Maret 1978.

- Frans Kaisiepo. Belau dilahirkan di daerah Wardo-Biak pada tanggal 10 Oktober 1921.  Dalam masa-masa mudanya, beliau tercatat pernah mengikuti kursus Pamong Praja di Jayapura, di mana salah satu gurunya adalah Soegoro Atmoprasodjo, seorang mantan guru di Taman Siswa Yogyakarta. Melalui gurunya tersebut, beliau belajar banyak sehingga jiwa nasionalisme yang dimiliki semakin menguat.

Dalam sejarah perjuangannya, beliau tercatat pernah mendirikan Partai Indonesia Merdeka (PIM) di Biak. Selanjutnya, beliau juga tercatat pernah terlibat menjadi salah satu anggota delegasi Papua (Nederlands Nieuw Guinea), yang pada saat itu membahas mengenai pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) dalam Republik Indonesia Serikat (RIS), di mana Belanda memasukkan Papua sebagai bagian dari NIT. Pada saat itu, di hadapan konferensi beliau menyampaikan dan memperkenalkan nama “Irian” sebagai pengganti dari “Nederlands Nieuw Guinea”, yang mana pernyataan tersebut merupakan pernyataan tegas beliau, bahwa secara historis dan politik Papua merupakan bagian integral dari Nusantara Indonesia yang tidak terpisahkan. Selain itu, pada tanggal 4 Agustus 1969 dalam proses pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera), beliau  juga memiliki peran yang sangat penting, karena pada masa itu beliau menjabat sebagai Gubernur Papua.

Dengan demikian, berkat jasa-jasanya dalam mempertahankan keutuhan NKRI ini, maka beliaupun dicatat sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia.

- Marthen Indey. Beliau dilahirkan di Doromena-Jayapura pada tanggal 16 Maret 1912. Dalam sejarah perjuangannya, beliau tercatat pernah menjadi polisi Belanda, namun kemudian berbalik mendukung Indonesia setelah bertemu dengan beberapa tahanan politik yang diasingkan di daerah Digul, yang salah satu diantaranya yaitu Sugoro Atmoprasojo. Selain itu, pada tahun 1946, beliau juga tercatat pernah tergabung  dalam sebuah organisasi politik Komite Indonesia Merdeka (KIM), yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Partai Indonesia Merdeka (PIM). Selanjutnya, pada tahun 1962 beliau juga tercatat pernah melakukan gerilya penyelamatan anggota RPKAD, yakni pada masa Tri Komando Rakyat (Trikora). Kemudian di tahun yang sama juga, pada masa itu beliau tercatat menyampaikan sebuah Piagam Kota Baru, di mana piagam tersebut berisikan mengenai keinginan kuat penduduk Papua untuk tetap setia pada wilayah kesatuan Indonesia.

Berkat semua jasa-jasanya tersebut, selanjutnya beliau pernah diangkat menjadi salah satu anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) periode 1963-1968, menjadi kontrolir yang diperbantukan pada Residen Jayapura dengan pangkat Mayor Tituler selama dua puluh tahun dan diabadikan namanya dalam nama sebuah Rumah Sakit TNI AD di kota Jayapura.

Akhirnya, pada usia yang ke-74 tahun, tepatnya pada tanggal 17 Juli 1986, beliau wafat dan menutup kisah perjuangannya untuk negeri ini.

- Johannes Abraham Dimara (J.A.Dimara). Beliau dilahirkan di desa Korem Biak Utara pada tanggal 16 April 1916. Beliau merupakan putra dari seorang Kepala Kampung Wiliam Dimara. Dalam masa perjuangannya, beliau tercatat pernah ditangkap dan dipenjara karena penentangannya terhadap Belanda, pernah tergabung dalam Batalyon Patimura APRIS pada tahun 1949 dan turut serta dalam penumpasan pemberontakan RMS (Rakyat Maluku Selatan). Selain itu, beliau juga tercatat pernah menjadi anggota OPI (Organisasi Pembebasan Irian Barat), dalam perjuangannya membebaskan Papua dari sang penjajah. Selanjutnya, pada tanggal 20 Oktober 2000 akhirnya beliau tercatat menutup usia dan perjuangannya, di kota Jakarta.



Memaknai Hari Pahlawan Untuk Papua.

Para pembaca yang budiman, mengakhiri tulisan ini, penulis ingin memberikan sedikit pendapat bagaimana kita memaknai “Hari Pahlawan” ini untuk Papua. Secara sederhana, untuk memaknai hari bersejarah ini, penulis ingin memuatnya dalam dua buah pesan atau pepatah pahlawan kita, yakni Ir. Soekarno Sang Proklamator kemerdekaan negeri kita dan Silas Papare salah satu pahlawan nasional asal Papua sebagaimana yang secara singkat penulis telah menceritakan sedikit mengenai beliau pada paragraf sebelumnya. Dua makna yang penulis maksud, yakni sebagai berikut :

- Pertama, pepatah dari Ir. Soekarno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”. Melalui pepatah yang disampaikan oleh bapak proklamasi kita, penulis mengajak kepada seluruh warga Papua, dalam rangka memaknai “Hari Pahlawan”, marilah kita senantiasa mengenang jasa para pahlawan kita. Marilah kita senantiasa mendoakan mereka, serta tidak sekali-kali melupakan perjuangan mereka yang telah memperjuangkan kemerdekaan yang kita rasakan hingga hari ini.

- Kedua, pepatah dari pahlawan nasional Silas Papare, “Jangan sanjung aku, tetapi teruskanlah perjuanganku”. Melalui pepatah salah satu pahlawan kita tersebut, marilah kita maknai “Hari Pahlawan” di Papua ini, dengan mengaplikasikan apa yang disampaikan oleh beliau. Marilah kita teruskan perjuangan beliau dan semua pahlawan-pahlawan kita. Marilah kita bangun Papua ini ke arah yang lebih maju, memberikan hal-hal positif dan mencegah hal-hal yang negatif. Marilah kita jadikan masyarakat Papua ini sebagai bangsa yang pekerja keras, bukan bangsa yang pemalas. Marilah kita jadikan masyarakat Papua ini sebagai bangsa yang pintar, rajin, kuat, ulet dan tidak pantang putus asa, bukan bangsa berleha-leha, lemah, dan tukang mabuk-mabukan.

Akhirnya, penulis mengucapkan selamat “Hari Pahlawan” bagi kita semua dan salam damai untuk Papua. (Ib/Cend)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Cyberteam 17 | Bloggerized by Cyber - Blogger Themes | NKRI